Penulis : Abdillah As'ad
Prof. Dr. Ali Gomah mufti pemerintah Mesir memberikan pengertian dalam kitabnya Al-Bayan: tawassul menurut bahasa diartikan sebagai Al-Qurbah atau perbuatan yang bisa mendekatkan dengan Sang pencipta, karena sebenarnya hidup kita tak jauh dari perbuatan pendekatkan diri kepada Allah Swt, supaya kita mendapat ridho-Nya. Seperti amalan shalat, puasa, zakat ataupun haji semuanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tutur beliau.
Kalau kita telaah lebih dalam lagi, Ada pengertian lain tentang tawassul yang dirilis oleh Shahib el-Samahah, syekh tarikat al-dasuqiyyah al-muhammadiyyah beliau mengartikan tawassul secara bahasa dengan: istikhdam al-wasilah li bulughil ghayah menggunakan segala bentuk wujud sebagai perantara (wasilah) untuk bisa sampai kepada tujuan (ghayah).
Pengertian ini lebih umum dan mutlak karena ia tidak hanya berkutat pada bentuk peribadatan semata, melainkan lebih mengena kesegala macam bentuk praktek tawassul. Beliau juga mengatakan: sejatinya, hidup kita ini penuh dengan praktek-praktek tawassul.
Ambil contoh: dengan apa kita melihat? dengan apa kita mendengar? dengan apa kita merasakan makanan? Tentu bukan dengan "kita" sendiri, melainkan dengan mata kita melihat, dengan telinga kita mendengar, dengan lidah kita merasakan makanan, bahkan untuk memadamkan api-pun kita butuh pemadam kebakaran, tidak langsung memohon kepada Tuhan untuk memadamkanya. Semuanya tidak bisa lepas dari sebuah perantara atau yang biasa di sebut dengan tawassul. keberadaan tawassul tidak akan bisa dipisahkan dari kehidupan semua manusia kapan dan dimanapun manusia itu berada, sebab tawassul merupakan fitrah manusia.
Ada keterkaitan yang sangat erat antara tawassul dan goyah (tujuan), jika tujuan yang akan dicapai adalah kebaikan maka tawassul diperbolehkan (halal). Jika tujuan kita adalah ketercelaan maka tak ayal tawassulpun akan menjadi haram hukumnya. Seperti contoh sebilah pisau, akan bermanfaat ketika digunakan memotong sayur-mayur untuk kebutuhan kita sehari-hari. Tapi, apa jadinya ketika pisau dijadikan sebagai alat untuk menghabisi nyawa manusia? Tentu akan tidak enak kedengaranya.
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan tawassul adalah: menggunakan perantara untuk mencapai tujuan karena ia merupakan dharurah fithriah. Dengan baiknya tujuan tawassul-pun akan menjadi baik. Dengan buruknya tujuan, maka tawassul-pun akan ternodai kebaikannya, oleh karena itu tawassul tidak bisa dihalalkan secara mutlak, karena sama halnya dengan melampui ketetapan-ketepan yang digariskan oleh agama. Demikian pula tawassul tidak bisa diharamkan secara mutlak karena akan melanggar hukum-hukum kewajaran sebagai manusia. sejatinya manusia itu tidak bisa dipisahkan dari praktek-prektek tawassul.
Jika kita mau melihat bagaimana cara Tuhan untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya kepada manusia, maka kita akan menemukan bahwa Allah menyampakian pesan-pesanya dengan melalui perantara malaikat Jibril as untuk disampaikan kepada baginda Rasulullah saw, yang kemudian diperuntukkan kepada manusia dan jin secara keseluruhan.
Sebagian orang mengatakan dengan lantang bahwa tidak ada perantara antara Allah dengan hambanya لاواسطة بين العبد وربه anggapan seperti ini benar jika didukung oleh sebuah ayat alqur’an yang mengatakan
ولو شئنا لأتينا كل نفس هداها (السجدة 13)
Artinya: Dan kalau kami menghendaki niscaya kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi) nya. (13 assajdah)
Tapi ternyata Allah berkehendak lain bahwa hidayah itu bisa diperoleh dengan melalui perantara yang telah Allah utus sendiri yaitu bagina Rosulullah saw, bisa kita lihat dalam firman-Nya.
وإّنك لتهدى إلى صراط مستقيم (الشورى 52)
Artinya: dan sesungguhnya kamu (baginda Rosul) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Dengan begitu, bukan berarti Allah tidak mampu berbicara langsung tanpa perantara malaikat Jibril as, sebagaimana yang dilakukan Allah kepada Nabi Musa As, itulah kehendak Allah swt. dari situ bisa ditarik benang merah bahwa bertawassul memang menjadi sebuah keniscayaan yang tak bisa dihindari.
Ayat Al-Qur'an yang jealas-jelas menganjurkan untuk bertawassul adalah:
يا ايها الدين امنوا اتقواالله وبتغوا اليه الوسيله (المائدة 35)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. (al-maaidah 35)
Dalam ayat lain disebutkan syarat penerimaan taubat adalah dengan bertawassul
ولو انهم ادظلموا انفسهم جاؤك فاستغفروا الله واستغفر لهم الرسول لوجدواالله توابا رحيما(النساء 64)
Artinya: sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalau memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang. (an-nisaa’ 64)
Dari ayat ini sangat jelas bahwa untuk mendapatkan ampunan mereka tidak bisa langsung mendatangi Allah tetapi harus mendatangi rasul-Nya untuk kemudian diampuni oleh Allah dan kemudian Rasul pun memintakan ampun untuk mereka. Maka bisa diperjelas bahwa untuk mendapat ampunan Allah, meraka harus memenuhi tiga syarat secara berurut:
1. terlebih dahulu mendatangi baginda Rasul saw.
2. beristighfar kepada Allah sesuai tuntunan baginda Rasul saw.
3. Memohon kepada baginda Rasul saw agar bersedia memintakan ampun kepada Allah.
Bila ketiga sarat ini dipenuhi barulah mereka mendapati ampunan dari Sang maha pencipta alam ini.
Dari pemaparan yang sederhana diatas, bisa kita simpulkan bahwa perjalanan hidup manusia di bumi ini tidak lepas dari beberapa perantara-perantara yang memang diciptakan oleh Allah sebagai keharusan.
Lebih jauh lagi bila kita melihat rukun islam yang lima itu, maka akan kita dapati keterkandungan tawassul didalamnya, seperti ucapan dua kalimat syahadat, disitu terdapat ungkapan bahwa Nabi Muhamad saw adalah utusan Allah. Berarti beliau adalah merupakan wasilah (perantara) antara Allah dan hamba-Nya. Rukun yang kedua adalah sholat lima waktu, merupakan wasilah untuk menegakkan tiang agama dan meminimalisir kriminalitas, kemudian yang ketiga membayar zakat adalah wasilah untuk memelihara dan membersihkan harta yang telah diberikan oleh Allah kepada kita. Rukun islam yang keempat puasa Romadlon adalah wasilah untuk membersihkan hati atau wasilah untuk masuk sorga melalui pintu Al-Rayyan. Yang kelima melaksanakan ibadah haji adalah wasilah untuk penyempurnaan iman. Dari kelima rukun islam diatas semuanya merupakan wasilah untuk mendapat ridho Allah swt.
Maka sudah sangat jelas bahwa tawassul bukanlah sesuatu yang baru dalam agama atau bukan merupakan benalu dalam agama tapi ianya adalah madu yang tersarikan dari lebah dan "fiihi syifaaun linnaas".
Pengajian maulana syekh muhtar syekh toriqot dasuqiyah al muhammadiyah.
Penulis adalah mahasiswa al Azhar Fakultas Ushuluddin, Aktif di FORSIDA dan salik di toriqoh Dasuqiyah Muhammadiyah
Selasa, 24 Mei 2011
Tawasul Sebuah Keharusan
08.10
darussholah
No comments
0 komentar:
Posting Komentar