Selasa, 24 Mei 2011

KHUTBAH JUM’AT BULAN MUHARRAM


KHUTBAH JUM’AT BULAN MUHARRAM
TEMA MEMAHAMI HAKIKAT PERJUANGAN HIDUP MELALUI HIKMAH HIJRAH

ألحمدلله. ألحمدلله الذى قسم الزمان  اعواما.  وقسم الاعوام شهورا وأيّاما. على ما اقتضته الحكمة والتدبير  .وافتتح كل عام بشهره المحرّم. وجمله بيوم عاشوراءالمعظّم. الّذى فضّله  فىالجاهليّة والاسلام. أحمده  سبحانه وتعالى واشكروه. واتوب اليه واستغفروه . واشهد ان لااله الاّ الله وحده لاشر يك له شهادة تنجى قائله يوم الزّحان. واشــهد انّ ســيّدنا محمّداعــبده ورســوله ســيّد الأنام. اللهمّ  صلّ وسلّم على ســيّدنا مـحمّد ا لّذي انقذنا من الظّلام. وعلى اله وصحبه الكرام . (امّا بعد)  فياعــبادالله, اتّقواالله  حقّ تقاته ولاتموتنّ الاّ وأنـتـم مسـلمون. فقد قال الله تعالى فىالقرأن العظيم. اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيــم. ألا يعلــم من خلق وهو اللطــيف الخبــير.

HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG DIMULYAKAN ALLAH .......
Marilah kembali kita pertebal dan kita pupuk keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dengan memahami hakekat perjuangan hidup kita dan dengan segala tanggung jawabnya.
Karena hanya dengan bekal keimanan dan ketaqwaan itulah kita dapat menapaki proses kehidupan kita saat ini di dunia dan kelak di akhirat.

Muhammad Rasyid Ridho dalam ‘Tafsir Al – Manar ‘  menulis : “Keimanan membangkitkan sinar dalam akal, sehingga merupakan petunjuk jalan ketika berjumpa dengan gelap keraguan. Dengan keimanan inilah seseorang akan memperoleh buahnya yakni taqwa yang berarti menjaga tata krama syari’at, dengan landasan keikhlasan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.

HADIRIN SIDANG JUM’AH RAHIMAKUMULLAH ..........
Apa sebenarnya arti “HIDUP” menurut pandangan agama .........? Hidup bukanlah sekedar menarik dan menghembuskan nafas. Ada orang-orang yang telah terkubur, tetapi oleh Al Qur’an masih dinamai “Orang hidup dan mendapat rixqi” sebagaimana disebutkan di dalam Firman Allah Ta’ala :

ولا تحسبنّ الذّى قتلوا فى سبيل الله أمواتا.بل أحيآء عند ربّهم  يرزقون

Artinya : “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizqi.”

Dan lebih lanjut Allah menegaskan :
يستبشرون بنعمة من الله وفضل وأنّ الله  لا يضيع أجـرالمؤمنـين

Artinya : “Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-menyiakan pahala orang-orang yang beriman.”  (QS. Ali ‘Imran : 169 dan 171)   

Sebaliknya, ada pula orang yang menarik dan menghembuskan nafas, namun dianggap sebagai orang-orang mati. Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya :

وما يستوى الاعمى والبصير ولاالظّلمت ولاالنور ولاالظّل ولاالحرور ومايستوى الأحيآء ولاالاموات انّ الله يُسمع من يشآء وما انت بمُسمع من فىالقبور.


Artinya : “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak pula sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas..... Dan tidaklah sama antara orang-orang yang hidup dengan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa saja yang dikehendaki Nya. Dan kamu (Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang-orang yang di dalam kuburnya dapat mendengar.” (QS. Faathir : 19 – 22).     

Dari sini dapatlah kita pahami bahwa : “hidup dalam pandangan agama” adalah : kesinambungan dunia dan akherat dalam keadaan bahagia, kesinambungan kebahagiaan yang hingga melampui usia  dunia ini. Dengan demikian tiadalah arti hidup bagi seseorang, apabila ia tidak menyadari bahwa ia mempunyai kewajiban-kewajiban yang lebih besar dan yang melebihi kewajiban-kewajibannya hari ini. Setiap orang yang beriman wajib mempercayai dan menyadari bahwa disamping wujudnya masa kini, masih ada lagi wujud yang lebih kekal abadi dan lebih berarti daripada kehidupan dunia ini.

HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG BERBAHAGIA  . . . .
Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang pasti mempunyai  “Motivasi atau dilandasi oleh niat”. Hal ini pernah ditegaskan oleh nabi Muhammad Saw., ketika seorang sahabatnya hijrah ke Madinah : “Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai niat. Maka, barang siapa hijrahnya didorong karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa hijrahnya didorong oleh keinginan memdapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini wanita, maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”.

Ketika nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabat beliau berhijrah, motivasi mereka yang utama adalah guna memperoleh ridlo Allah SWT, yang mereka yakini Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

Menjelang hijrah kaum Muslimin berada pada posisi yang sangat lemah dan teraniaya. Namun dengan tebalnya keimanan, dengan bekal keimanan keyakinan akan datangnya kemenangan tidaklahpernah sirna. itu pulalah yang mengantarkan mereka pada sikap optimis dan patriotisme. Oleh karenanya kita dapat mengambil pelajaran hidup dari hikmah Hijrah Nabi ini, yang antara lain adalah :

1.    SIKAP KESEDIAAN BERKORBAN

Ketika Rasululloh menyampaikan kepada Abu Bakar ra. bahwa Allah memerintahkannya untuk berhijrah, dan sekaligus mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar ra. menangis kegirangan. Dan seketika itu juga ia membeli dua ekor Unta dan menyerahkannya kepada Rasululloh saw. agar beliau memilih, mana yang beliau Nabi kehendaki. Di saat itulah terjadi dialog antara keduanya :

Rasulillah bersabda : “Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.”

Sahabat Abu Bakar ra. menimpali; “Unta ini aku serahkan untukmu.” Baiklah aku akan membayar harganya.“ Kata Nabi.

Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetap menolak, akhirnya Abu Bakar – pun setuju untuk menjualnya. Pertanyaannya kemudian adalah : “Mengapa beliau Nabi Muhammad bersikeras untuk membelinya ......? “Bukankah Abu Bakar sahabat beliau ? Disinilah terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga yakni : Rasululloh saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud untuk berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, fikiran, dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dan salah satunya adalah dengan tetap membayar harga onta sahabatnya, Abu Bakar.

Dan tatkala Rasulillah SAW berangkat ke Madinah, beliau berpesan kepada kemenakannya “Ali Bin Abi Thalib”, agar ia tidur di tempat pembaringan Nabi sambil berselimut dengan selimut beliau guna mengelabui kaum Musyrikin. Dengan kesediaan ini. ‘Ali pada hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. Di sini, sekali lagi, kita harus memahami makna, tujuan dab hakekat dari tujuan hidup kita! Mentoknya ; Inna Ilaa Robbika Al Ruj’aa : “Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah tempat kami kembali,” Telah siapkah kita .......?
   
2.    SIKAP TAWAKKAL DAN USAHA

Ketika Rasululloh saw. bersama sahabat Abu Bakar ra. bersembunyi di Gua Tsur dan para pengejar mereka telah berdiri di mulut gua tersebut, Abu bakar ra. sangat gentar dan gusar. Lalu rasululloh saw. menenangkannya sambil   berkata : Laa takhoofu Wa Laa Tahzanu, Innalloha Ma’anaa, “Janganlah kuatir dan janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Keadaan ini bertolak belakang dengan apa yang kemudian terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa hijrah ini. Ketika itu yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad saw., sedang Abu Bakar ra. yang menenangkan beliau.

Mengapa terjadi dua sikap yang berbeda dari Nabi dan sahabatnya Abu   Bakar ?, Di sini, sekali lagi kita mendapat pelajaran yang sangat dalam. Dua peristiwa yang berbeda di atas menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan dengan sangat jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua prinsip sebagai hakikat keagamaan itu adalah : “Tawakkal” dan “Usaha/Taqwa.”

Modus perbedaan pengambilan keputusan sikap Nabi itu adalah : Bahwa perintah untuk berhijrah datangnya adalah seketika atau tiba-tiba, oleh karenanya ia harus dilaksanakan dengan penuh keyakinan, tiada alasan untuk takut, gentar dan bersedih. Berbeda halnya dengan peperangan. Jauh sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk mempersiapkan diri menghadapi musuh. Sebagaimana terungkap dalam Firman Allah Ta’ala, (QS. Al-Anfal ayat : 60)
وأعِدّوا لهم ماستطعتم من قوّة ومن رباط الخيل ترهبون به عدوّالله وعدوّكم. الأية

Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, dan musuh kalian semua”.

Kekhawatiran Nabi ketika itu timbul karena keraguan beliau akan persiapan-persiapan yang dilakukannya selama ini, jika keraguan itu benar, tentulah beliau menjerumuskan umat dan sekaligus agama ke jurang yang sangat berbahaya, dengan kekalahan akibat kurang persiapan. Dan beliau sadar bahwa, dalam hal ini, Tuhan tidak pilih kasih.

Sebagai satu kesimpulan, sekali lagi kita mendapat pelajaran tentang arti “TAWAKKAL”, kapan digunakan dan bagaimana batas-batasnya, serta arti dan pentingnya “USAHA” sebagai pemenuhan tuntutan ketaqwaan dalam kehidupan ini.

Dan tentunya masih banyak lagi pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah nabi Muhammad Saw sehingga wajar jika sahabat Umar Bin Khattab menjadikan peristiwa tersebut sebagai awal dari kalender Islam. Sayangnya kita dan kebanyakan umat banyak yang mengabaikan standart perhitungan  hari, bulan dan tahun Hijriyyah ini, ironis sekali memang. . . . ? Padahal seharusnya kita bangga dan berhutang budi untuk mempopulerkannya !
بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم .ونفعنى و إيا كـم بما فيــه
 من ا لأ  يات والذكـر الحكيم . و تقـبل منـى ومنكـم تلاوته  إنه هو السميع العليم. واستغفر والله العظيم لي ولكم . فيا فوز المسـتغفر  ين  ويا نجـاة التائــبين.



Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates