Penulis : Ani Fitria WS
"Sesuatu yang jauh lebih bernilai daripada hanya sekedar temuan baru dalam dunia teknologi,
rumus baru dalam dunia eksak, atau bahkan emas setinggi gunung,
tidak lain adalah orang yang dengan lapang hati menerima kita di saat kita jatuh dan berbahagia di saat kita senang."
Ungkapan yang tersebut di atas memang terkesan melankolis dan 'lugu'. Namun, kita pasti akan segera membenarkan jika ungkapan tersebut dimaksudkan pada sosok seorang ibu, orang yang semenjak kita 'dititiskan', telah lebih dulu menuai sakit dan lelah. Satu hal yang harus menjadi pegangan dan pelajaran bagi 'generasi ibu' setiap masa adalah, bagaimana mempertahankan posisi sejati ibu dalam mencetak serta menentukan arah laju dan mutu kebudayaan juga peradaban secara global.
Dalam perjalanan sejarahnya, tercatat bahwa peran wanita khususnya seorang ibu, sangat krusial manakala bahasan yang diangkat adalah mengenai mutu setiap perjalanan generasi dilihat dari berbagai lini kehidupan. Pada masa Rasulullah Saw., peran wanita kala itu belum begitu terasa bahkan bisa dibilang 'nihil'. Dengan membaca perbedaan posisi dan kondisi wanita sejak zaman jahiliyah hingga zaman global seperti saat ini, terlihat geliat peradabannya mulai zaman marginalisasi sampai emansipasi yang begitu jelas. Situasi dan kondisi intelektualitasnya juga seringkali mengalami fluktuasi. Namun, tamparan sejarah tentang peta kondisi kaum hawa ini ternyata berhasil membangun spirit baru yang menjadi titik tolak kemajuan dan perubahan mereka.
Tanggapan miring atas keberadaan entitas perempuan ini sudah seharusnyalah mulai terhapus dari catatan sejarah. Pasalnya, di balik sisi biologisnya yang terlihat lemah, ada sejuta kekuatan di sana. Di antaranya adalah kekuatan untuk merubah dunia secara tidak langsung lewat salah satu perannya yang paling penting, yaitu sebagai ibu. Kata ibu, juga tidak seharusnya hanya tertuju pada sosok istri yang dapat menghasilkan anak dari sebuah pernikahan. Peran seorang perempuan tidak sebatas itu, pun tidak bisa dimaknai sependek itu. Hal ini dikarenakan naluri keibuan seorang perempuan pasti akan muncul meski tidak dapat melakoninya secara langsung. Dan ini merupakan sebuah fakta.
Pengaruh dari seorang ibu dapat terejawantahkan dari sejauh mana perbekalan anak-anaknya guna menyongsong masa depan. Tidak salah jika ada lagi ungkapan yang mengatakan bahwa perempuan adalah penentu dari keberlangsungan sebuah komunitas. Jeritan asa yang terlahir dari marginalisasi perempuan pada masa lampau mampu merubah pola pikir kaum hawa ini menjadi lebih kritis terhadap kondisi dan keadaan mereka sendiri. Peran ibu pun tidak lagi diartikan pendek dan berkisar seputar melahirkan serta merawat anak. Namun, pendidikan dasar yang sejatinya pertama kali memang diberikan oleh seorang ibu mulai lebih ditekankan pada segi mentalitas anak. Kebutuhan anak akan suguhan-suguhan bermutu dari sang bunda menjadi beban yang secara alamiah telah bertempat di benak seorang perempuan pada umumnya atau seorang ibu pada khususnya.
Sebagai guru dasar dari sebuah generasi, perempuan dalam sosoknya sebagai seorang ibu mempunyai tugas ekstra dalam mengemban amanat sebagai pencetak suatu generasi. Kebutuhan mendasar bagi seorang perempuan kala ia menjadi seorang ibu tidak lagi hanya sebatas menyusui, menyuapi dan merawat hingga mencapai tahap dewasa saja, namun kesiapan mentalitas dan keilmuan seorang ibu tersebut juga turut menentukan gambaran kondisi generasi penerus setelah itu.
Bukti tentu akan menjadi penguat atas persepsi ini. Karena, generasi kritis Islam nota bene akan lahir dan muncul jikalau peran seorang ibu ini pun beranjak maju dan berkualitas. Posisi yang tidak terlalu tampak dalam kacamata publik, namun begitu menentukan bagaimana bentuk stereotipe kehidupan berikutnya.
Masa suram yang dialami oleh kaum perempuan, pada mulanya menjadi salah satu stimulan atas kebangkitan mereka. Begitu juga munculnya pergerakan yang mengusung demokratisasi dalam semua aspek, sejatinya terinspirasi dari kebosanan mereka yang hidup dalam kondisi termarginalkan. Perasaan tertindas juga muncul, manakala ditemukan bahan bahasan yang seakan menafikan keberadaannya sebagai mahluk Tuhan. Meski sisi negatifnya juga turut mewarnai, ada makna esensial yang menjadi titik tolak. Pencetak generasi yang belum memiliki hak utuh dalam memperbaiki kualitas, itulah kalimat pemersatu ikatan mereka dalam bergerak meski terkesan radikal.
Terdapat beberapa nilai keluhuran dalam setiap derap geliat kaum perempuan, khususnya mengenai peran mereka sebagai seorang ibu. Pertama, generasi ibu yang kritis pasti juga akan menghasilkan generasi penerus yang kritis dan progresif. Kedua, ada nilai urgen yang bisa diambil dari perkembangan mentalitas perempuan, yaitu eratnya rasa saling membutuhkan pada setiap entitas dan antar entitas. Ketiga, Kebekuan yang menyelimuti dunia perempuan mulai terkikis, tatkala dalam setiap kurun waktu selalu timbul hal baru yang menjadi pemecah kebekuan tersebut. Semua ini, memang dapat menjadi suatu gambaran atas hidup dan matinya sebuah komunitas kehidupan.
Ternyata dengan memahami bahasa anak, dengan sederhana seorang ibu juga dapat memahami sejauh mana sebenarnya kebutuhan anak tersebut dalam menjawab tantangan global di masa depannya kelak. Catatan penting yang harus terus terjaga adalah pelestarian nilai perempuan dalam menunjang keutuhan generasi. Dan konsep baru yang muncul dalam pemaknaan keberadaan entitas perempuan ini bisa dianggap sangat penting, ketika kita selaku pemeran utama selalu mengingat peran kita tersebut. Hidup memang tidak akan terasa indah, jika kita selalu terpaku pada diri sendiri. Oleh karena itu, akan jauh lebih berarti jika kita memandang hidup dari berbagai sisi guna mencapai makna esensial apa tujuan dari keberadaan kita di dunia.
Sejauh ini, peran seorang ibu belum sepenuhnya terbaca dan mendapat tempat yang jelas dalam meramal hidup. Meski jika ditelaah lebih jauh lagi, entitas ini juga tidak bisa hanya dimaknai sebagai pelengkap, apalagi pelayan bagi kebutuhan entitas lainnya, melainkan lebih bernilai mandiri sebagai penentu utama dari mutu sebuah generasi. Maka dari itu, tidak salah jika kita mengatakan bahwa peran ibu; sebuah jawaban atas tantangan global.
Senin, 23 Mei 2011
Peran Ibu; Sebuah Jawaban atas Tantangan Global
21.29
darussholah
No comments
0 komentar:
Posting Komentar