Selasa, 24 Mei 2011

Memahami Kewajiban Zakat


Penulis : Rifqiyati Masud

PENDAHULUAN
Zakat adalah ibadah mliyah ijtim'iyah (ibadah sosial) yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan umat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu rukun Islam yang lima, sehingga keberadaannya dianggap bagian mutlak dari keislaman (malm min al-dn bi al-dharrah). Di dalam Al-Qu'ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4.

Al-Qur'an menyatakan bahwa kesediaan seseorang berzakat dipandang sebagai indikator utama komitmennya terhadap ajaran Islam (QS. 9:5 dan QS. 9:11), sekaligus pelakunya dipandang sebagai orang yang mendapatkan kebahagiaan (QS. 23:4) dan akan mendapatkan rahmat dan pertolonganNya (QS. 9:71 dan QS. 22: 40-41). Selain itu juga dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya (QS. 9:60), sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya (QS. 9:103 dan QS. 30:39).

Sebaliknya Al-Qur'an dan hadits Nabi membeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, dan berhak untuk diperangi (HR. Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar), dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah Swt akan menurunkan azab-Nya dalam bentuk kemarau yang panjang. (HR. Imam Thabrani). Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkan zakatnya akan menjadi azab bagi pemiliknya (QS. 9:34-35) dan (HR. Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah). Karena itu Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq, r.a. bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan berzakat. Abdullah bin mas'ud menyatakan bahwa barangsiapa melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka shalatnya tidak bermakna apa-apa baginya.

DEFINISI ZAKAT
Secara bahasa zakat berarti tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman di surat at-Taubah ayat 103 yang artinya: "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka". Dan dalam surat al-Baqarah 276 Allah berfirman: "Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah".

Sedangkan menurut terminologi fikih zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu yang dilaksanakan dalam waktu tertentu.

Keterangan definisi : Kewajiban atas sejumlah harta tertentu, berarti zakat adalah kewajiban atas harta yang bersifat mengikat dan bukan anjuran. Kewajiban tersebut terkena kepada setiap muslim (baligh atau tidak, berakal atau tidak) ketika mereka memiliki sejumlah harta yang sudah memenuhi batas nisabnya. Kelompok tertentu adalah mustakihin yang terangkum dalam 8 ashnaf (golongan para penerima zakat). Yang dilaksanakan dalam waktu tertentu yaitu ketika sudah berlalu setahun (haul) untuk zakat emas, perak, perdagangan dll, ketika panen untuk hasil tanaman, ketika memperolehnya untuk rikaz (barang temuan) dan ketika bulan Ramadhan sampai sebelum shalat 'Id untuk zakat fitrah.

LANDASAN KEWAJIBAN ZAKAT
Landasan kewajiban zakat disebutkan dalam Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma (konsensus/ kesepakatan) ulama.

1. AL-QUR'AN
- Surat Al-Baqarah ayat 43, yang artinya: "Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku'".

- Surat At-Taubah ayat 103, yang artinya: "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do'akanlah mereka karena sesungguhnya do'amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".


- Surat Al-An'aam ayat 141, yang artinya: "Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan haknya (kewajibannya) di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)".

2. SUNNAH
- Sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: "Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat (bersaksi) tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan".

- Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thabrani dari Ali ra: "Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqara di antara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya di antara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengazab mereka dengan pedih".

3. IJMA
Ulama, baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer), telah sepakat akan kewajiban zakat, dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.

HIKMAH ZAKAT
Kewajiban zakat dan dorongan untuk terus menerus berinfaq dan bershadaqah yang demikian mutlak dan tegas itu, disebabkan karena di dalam ibadah ini terkandung berbagai hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik bagi muzakki (orang yang harus berzakat), mustahik (penerima) maupun masyarakat keseluruhan, antara lain tersimpul sebagai berikut :

Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah swt, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki

Kedua, menolong, membantu dan membina kaum dhu`af (orang yang lemah secara ekonomi) maupun mustahik lainnya ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah swt dengan baik, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang fakir miskin) melihat orang kaya yang berkecukupan hidupnya tidak mempedulikan mereka.

Ketiga, sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh umat Islam seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) muslim.

Keempat, mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat sejahtera di atas prinsip ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan) dan takful ijtim'i (solidaritas sosial).

HARTA YANG DIKELUARKAN ZAKATNYA
Salah satu pembahasan penting dalam fikih zakat adalah menentukan sumber-sumber kekayaan (Al-amwl al-zakawiyyah) yang wajib dikeluarkan zakatnya. Al- Qur'an dan hadis secara eksplisit menyebutkan 7 (tujuh) jenis kekayaan yang wajib dizakati, yaitu emas, perak, hasil tanaman dan buah-buahan, barang dagangan, ternak, hasil tambang, dan barang temuan. Sementara itu, menurut Ibnul Qayyim al-Jauzi, bahwa zakat harta itu terbagi dalam empat kelompok besar; pertama, kelompok tanaman dan buah-buahan, kedua, kelompok hewan ternak, ketiga, kelompok emas dan perak dan keempat, kelompok harta perdagangan. Sedangkan rikz (harta temuan) sifatnya hanya insidentil atau sewaktu-waktu.

Disamping hal-hal tersebut yang sifatnya rinci, Al-Qur'an menjelaskan pula yang wajib dikeluarkan zakat atau infaqnya, dengan kata-kata amwl (segala macam harta benda, QS. 9:103) dan kasab (segala macam usaha yang halal, QS. 2:267). Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apa pun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.

SYARAT HARTA YANG WAJIB DIZAKATI
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu:

1. Harta yang halal dan baik (QS. Al-Baqarah ayat 267)

2. Harta produktif (Nam'), yaitu harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit dengan melalui pengembangan, saham dll, melalui tangan sendiri atau orang lain. Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Hal ini sesuai makna zakat itu sendiri yang berarti berkembang.


3. Milik penuh dan berkuasa menggunakannya

4. Mencapai nishab (standar minimal harta yang dikenakan zakat).
Rasulullah saw bersabda: "Tidak wajib zakat kecuali orang kaya". (HR Bukhari dan Ahmad)


5. Surplus dari kebutuhan primer dan terbebas dari hutang.

6. Haul (sudah berlalu setahun). Disebutkan dalam hadis riwayat Abu Dawud: Tidak wajib membayar zakat sampai sudah berlalu satu tahun.


Ulama tabi'in dan fuqaha sepakat tentang ketentuan haul pada beberapa harta yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dll. Haul tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, barang tambang dll. Untuk hasil pertanian disebutkan dalam surat Al-An'm ayat 141, "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilmu (dengan dikeluarkan zakatnya)".


MASALAH-MASALAH ZAKAT

A. Zakat perhiasan, emas dan perak
Hukum zakat perhiasan: Perhiasan wanita yang dikhususkan untuk pemakaian pribadi tidak wajib dizakati selama tidak melebihi batas yang wajar di antara kaum wanita lain yang berada dalam status sosial yang sama. Sedangkan perhiasan yang melebihi batas kewajaran, harus dibayar zakatnya karena itu sama dengan menimbun dan menyimpan harta. Dan Allah memberi peringatan dan ancaman yang sangat pedih bagi orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, sebagaimana firman-Nya: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan'." (At-Taubah: 34-35).

Cara mengeluarkan zakat perhiasan yang disimpan: zakatnya dihitung berdasarkan berat emas dan perak murni, tanpa mempertimbangkan mahal murahnya perhiasan tersebut karena desain bentuk atau batu permata serta aksesoris lain yang menghiasinya. Lain halnya dengan emas dan perak yang ada di tangan para pedagang, dalam hal ini yang dijadikan dasar dalam penghitungan zakatnya adalah harga keseluruhan berikut batu-batu permata yang ada.

Nishab (batas minimum untuk berzakat) emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %.

Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam "emas dan perak", seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %).

B. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan secara sendirian maupun dikerjakan bersama dengan orang lain/lembaga, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab. Contoh, profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, perancang busana, penjahit, dsb.

Kewajiban zakat ini berdasarkan keumuman kandungan makna Al-Qur'an surat At-Taubah; 103 ("Ambillah olehmu harta-harta mereka, zakat....") dan surat Al-Baqarah; 267 ("Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah olehmu sekalian sebaik-baik hasil usahamu..."). Disamping itu juga berdasarkan pada tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serta menolong para mustahik. Zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yakni kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

Nishab zakat profesi : DR. Yusuf Qardhawi (Buku Fiqh Zakat) mengemukakan bahwa menurut pendapat yang terkuat, nishab zakat profesi adalah senilai 85 gr emas, yang berarti jumlah yang wajib di keluarkan adalah sebesar 2,5%. Tapi ada juga yang menganalogikan (seperti pendapat Syekh Muhammad Ghazali) dengan zakat tanaman sebanyak 653 kg (padi), dan langsung dikeluarkan seperti halnya zakat pertanian, yaitu 10 % nya. Namun yang perlu diperhatikan di sini, bahwa nishab uang diukur dari nishab yang telah di tetapkan sebesar nilai 85 gram emas. Besar itu sama dengan dua puluh misqal hasil pertanian yang disebutkan oleh banyak hadis. Banyak orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nisab gaji atau penghasilan itu berdasarkan nisab uang.

Cara mengeluarkannya : Zakat profesi dikeluarkan langsung pada saat menerima uang (gaji) atau setelah diperhitungkan selama kurun waktu tertentu, misalnya setahun. Ini tergantung dari jenis pekerjaan dan cara termudah untuk menghitungnya. Zakat itu dikeluarkan setelah mengeluarkan sejumlah dana untuk kebutuhan pokok. Jadi jika seorang pegawai, misalnya, dengan gaji Rp 1.000.000 per bulan, maka harus mengeluarkan sejumlah 2,5% dikali X (setelah dikurangi kebutuhan pokok dan senilai 85 gr emas), langsung setelah gajian setiap bulannya. Atau dapat juga dibayarkan satu kali setiap tahun sejumlah 12 x 2,5% x X = nilai zakat yang wajib di keluarkan.

Muzakki (wajib zakat) zakat profesi bisa saja perorangan, lembaga, ataupun keduanya. Sebuah perusahaan yang pada tutup tahun buku mencatat asset (misalnya) 1 milyar, wajib mengeluarkan zakat 2,5%. Demikian juga bagi pekerjanya yang bergaji melebihi batas nisab.

PENUTUP
Zakat mengajarkan pada setiap kaum muslimin bahwa perbedaan dalam hal rezeki merupakan takdir Allah yang Maha Bijaksana. Dan bahwa hal itu ditetapkan oleh Allah yang Maha Mengetahui agar manusia menjalani kehidupan ini dengan saling tolong menolong dan saling memberikan jasa. Demikian sekilas permasalahan zakat yang dapat kami paparkan. Semoga bermanfaat. Wallahu Waliyyutawfq.



Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates