Rabu, 25 Mei 2011

Imam Abu Hanifah


Penulis : u.b.dw



 Beliau adalah al-Nu'man bin TSabit bin Zautha yang kemudian masyhur dengan sebutan Abu Hanifah , dilahirkan di Kufah pada tahun 80 H/699. Orang tuanya berasal dari keturunan Persia dan ketika ia masih dalam kandungan di bawa pindah ke Kufah dan menetap disina hingga Abu Hanifah lahir.

syahdan, ketika Zautha (kakeknya) bersama putra kesayangannya Tsabit ( ayahnya ) sedang berkunjung kepada Ali bin Abi Thalib, dengan serta merta kedua orang ini didoakan agar mendapat keturunan yang mulia. Abu hanifah dibesarkan di Kufah dan dikota ini ia mulai belajar dan menimba berbagai disiplin ilmu. Setelah itu melanjutkan thalabul ilminya ke Hijaz, terutama di Mekkah dan Madinah untuk memperdalam ilmu dan wawasannya. Disana, Ia habiskan waktunya untuk belajar dan menganalisa pemikiran hukum yang bersumber dari Umar dan Ali bin Abi Thalib melalui sahabat - sahabat mereka. Diantaranya ialah Hammad bin Abi Sulaiman, ibrahim al nakhai, abdulah bin mashud dan abdulah bin abbas. Ia pernah bertemu dengan beberapa sahabat rasulullah seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Auqa di Kufah, Sahal bin Sa'ad (Ulama Madinah) dan Abu Thufail Ibnu Wailah (Ulama Mekah).

Karya karyanya yang sampai kepada kita adalah kitab al-Fiqul Akbar, Kitab Al-Risalah, kitab Al- 'Alim wal Mutallim dan kitab Al-washiyah. Tidak ada buku fiqih karya abu Hanifah. Meskipun demikian tulisan murid-muridnya telah merekam secara lengkap semua pandangan fiqih Abu Hanifah hingga menjadi panutan kaum muslimin. Muridnya antara lain Abu Yusuf bin Ibrahim Al-Auza'I, Zafr bin Al - Ajil bin Qois, Muhammad bin Hasan bin Farqad al-syaibani dan al-Hasan bin Ziyad al-lu'lu'I. Murid-murid inilah yang merekam dan menulis pemikiran Abu Hanifah, baik bidang akidah maupun bidang hukum. Adapun murid-murid di bidang tasawuf antara lain Ibrahim bin Adham Fudhail bin 'lyad, Dawud al - Tha'I dan Bisyt al-Hafi.

Abu Hanifah memiliki ilmu yang luas dalam semua kajian Islam hingga ia dijuluki mujtahid besar (imamul a"zdam ) sepanjang masa. Meskipun demikian ia hidup sebagaimana layaknya dengan melakukan usaha berdagang dalam rangka menghidupi keluarga. Dengan prinsip berdiri di atas kemampuan sendiri, ia prihatin juga terhadap kepentingan kaum muslimin , terutama bagi mereka yang dengan akhlak mulianya mampu mengendalikan hawa nafsu, tidak goyah oleh imbauan jabatan dan kebesaran duniawi dan selalu sabar dalam mengahadapi berbagai cobaan. Meskipun ia berdagang, namun Ia hidup sebagaimana kehidupanyang dipraktekkan kaum sufi yakni dengan zuhud, wara, dan taat ibadah. Andai kita hayati kehidupannya maka akan nampak kepada kira bahwa Abu Hanifah hidup dengan ilmu dan bimbingan umat dengan penuh kreatif, hidup dengan kemampuan sendiri tidak memberatkan orang lain. Disamping menjalankan usaha dagangnya. ia juga tetap istiqamah menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai seorang hamba siang dan malam.

Suatu ketika Khalifah al-Manshur berkeinginan mengangkat hakim agung ( Mufti )dengan memilih salah satu diantara 4 orang ulama besar: Abu Hanifah, Sofyan Tsauri, Mis'ar bin Kidam, dan Syuraih. Mereka berjalan bersama menemui Khalifah, Abu Hanifah bekata kepada para sahabat-sahabatnya : "Aku akan menolak jabatan ini dengan cara tertentu. Mis'ar hendak menolaknya dengan berpura -pura menjadi gila, Safyan Tsauri akan lari ke negeri lain dan Syuraih agar dapat menerima jabatan ini". Sofyan lalu kabur pergi ke pelabuhan untuk naik kapal menuju negeri lain. Yang lain melanjutkan dan bertemu kalifah dalam sebuah pertemuan resmi. Khalifah berkata kepada Abu Hanifah :" Engkau harus bersedia menjadi hakim agung". Abu Hanifah menjawab:" Wahai Amirul Mukminin , aku bukan orang arab dan pemimpin-pemimpin arab tidak akan menerima keputusan-keputusanku. Karena itu aku merasa bahwa aku tidak cocok untuk jabaran ini". Khalifah berkata:" jabatan ini tidak ada kaitannya dengan masalah keturunan melainkan berkaitan dengan keahlian. Dan engkau adalah seorang ulama terkemuka di masa ini". Abu Hanifah berkata:"wahai Khalifah, apa yang baru kukatakan menunjukkan bukti Bagaimana keberadaan saya. Jika telah kukatakan aku tidak cocok dan juga telah kukatakan sebuah kebohongan tentu aku tidak cocok dan juga telah kukatakan sebuah kebohongan tentu tidak dibenarkan seorang pendusta menjadi hakim atas kaum muslim dan tidak debenarkan pula engakau mempercayai kepada kehidupan kekayaan dan kehormatan yang engkau miliki". Lalu Mis'ar tampil ke muka dengan menjabat tangan khalifah dan bertanya macam-macam yang tidak layak hingga khalifah marah dan menyatakan gila dan khalifah meminta untuk menjadi hakim agung tersebut dan menolaknya setiap alasan yang dikemukakannya.

Abu Hanifah menolak jabatan dan tidak mau dibantu oleh penguasa. Ketika Abu Ja'far al-Manshur menghadiahkannya 10.000 dirham, Abu Hanifah menolak. Seorang sahabatnya berkata kepadanya:" kepada anda diberikan dunia anda menolaknya padahal anda berkeluarga". Abu Hanifah menjawab:" keluargaku kuserahkan kepad allah, sedang makananku sebulan cukup dua dirham saja.

Pada suatu kerika Abu Hanifah mengirim barang dagangan kepada pelanggannya. Didalam barang dagangan itu ada sehelai kain yang cacat. Abu Hanifah mensyaratkan kepada pelanggan tersebut supaya menerangkan cacat kain itu. Lalu si pembeli tidak mengetahui. Ketika Abu Hanifah mengetahui hal itu maka ia segera bersedekah sebanyak 30.000 dirham.

Dalam kehidupan, disamping memiliki akhlak dan tingkah laku mulia, ia selalu menjaga kesucian diri dan harta, disamping ia selalu dalam peribadahan selama 40 tahun Abu Hanifah memenuhi malam malamnya dengan shalat dan selama itu shalatnya subuh dilaksanakan dengan wudhu pada waktu isya. Dan dalam shalatnya itu dibacanya al-Quran dan konon kerika ia meninggal ia telah menghatamkan al-Quran 7000 kali.

Ilmu yang dimiliki oleh Abu Hanifah demikian luas terutama temuan-temuannya dibidang hukum dan memecahkan masalah-masalahnya sejumlah 60.000 masalah hingga di digelar dengan imam al-A'zdam dan keluasan ilmunya itu diakui oleh imam Syafi'I.

Tampak ilmu Abu Hanifah bukan hanya bidang hukum tetapi juga miliputi bidang lainnya termasuk tasawuf. Menurut Yahya bin Mu'azd al-Razi dalam suatu mimpi ia bertemu dengan rasulullah dan bertanya:"wahai Rasulullah di mana akan aku cari engaku?". Rasulullah menjawab:"di dalam ilmu Abu Hanifah ", demikian Rasulullah.

Ketika Daud al-Tha'I telah beroleh ilmu yang luas dan sudah mencapai popularitas yang tinggi dia berkunjung menemui Abu Hanifah seraya berkata:"saya mohon diberikan wejangan dan petujuk". Abu Hanifah berkata:"amalkan apa yang telah engku pelajari, karena teori tanpa praktek ibarat tubuh tanpa roh". Petunjuk ini menghendaki adanya mujahadah dan dengan mujahadah akan didapat musyahadah. Wallhu Alam (Ubadil Baidowi)



Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates